LAMAN

Kamis, 14 November 2013

Ekonomi Indonesia dan Sistem Pertahanan dan Keamanan

          Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama sepuluh tahun terakhir selalu menunjukkan angka yang positif. Data BPS menunjukkan angka pertumbuhan berkisar antara 4 – 6 persen sejak tahun 2002. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2012 tercatat sebesar 6,23 persen. Konsumsi domestik dan investasi menjadi penyumbang utama pertumbuhan.[1] Hal tersebut memang menunjukkan angka yang menggembirakan. Permasalahannya apakah pertumbuhan ekonomi tersebut akan berlangsung terus dan juga apakah pertumbuhan ekonomi tersebut didasari oleh fundamental perekonomian Indonesia yang bagus, serta juga ditopang oleh sistem perekonomian yang mumpuni?
            Sejak Indonesia merdeka, sejarah telah mencatat jatuh bangunnya kondisi perekonomian Indonesia. Jatuh bangunnya kondisi perekonomian Indonesia tersebut hampir selalu diiringi oleh jatuh bangunnya rezim kekuasaan di Indonesia. Ini berarti kondisi politik dan kondisi perekonomian Indonesia mempunyai hubungan timbal balik yang erat. Pengamatan analitis terhadap perjalanan sejarah Negara-Bangsa Indonesia didalam mencari sistem ekonomi yang dinilai cocok bagi keperluan menggerakkan pembangunannya memperlihatkan, bagaimana didalam garis besarnya upaya-upaya itu ternyata banyak sekali didikte oleh upaya pencarian sistem politik dan oleh keputusan-keputusan yang lebih tinggi tingkatannya yang muncul dari upaya pencarian landasan normatif bagi kehidupan negara-bangsa[2].
         
Pencarian Sistem Ekonomi Indonesia pada Periode 2014 - 2024
            Seperti telah dikemukakan di atas, sebuah sistem perekonomian Indonesia tidak lepas dari kondisi politik yang berlangsung pada perdiode tersebut. Pada periode tahun 2014 – 2024, Indonesia hampir dipastikan akan memasuki era kepemimpinan baru. Presiden SBY akan menyelesaikan masa jabatan kedua pada tahun 2014, dan akan dipilih presiden yang baru.
            Pada 2014 yang akan datang, Indonesia menghadapi Pemilu ke-3 yang terbuka dan langsung untuk memilih Presiden/Wakil Presiden untuk periode 2014 – 2019. Pemili ini akan merupakan titik “cut-off” bagi sebagian besar generasi abad ke-20, termasuk generasi ’66 baik yang di pihak sipil maupun di pihak militer. Pada saat itu sekitar 50 juta pemilih akan merupakan “Pemilih Pemula” (First Voters), yakni yang berusia 17 sampai dengan 23 tahun. Dapat diantisipasikan bahwa Generasi Milenium ini tak akan memilih Presiden yang berusia tua, karena mereka mendambakan perubahan yang lebih jauh, yang bebas dari ‘sisa-sia KKN Orba” yang masih terasa keberadaannya di tengah era Reformasi sejak 1998. Dapat diyakini pula mereka tak akan menjadi “Golput” seperti yang terjadi dalam skala besar pada saat pemilu 2009, dan akan menggelindingkan gerakan-gerakan baru yang dasyat untuk membawa NKRI tahapan “Tinggal Landas” yang sudah sekian lamanya tertunda.[3]
            Untuk melihat sistem perekonomian pada periode 2014 – 2024 tersebut, setidaknya kita juga harus melihat sistem dan kondisi perekonomian periode-periode sebelumnya. Untuk mempersingkat tulisan ini, penulis akan memperlihatkan kondisi sistem perekonomian pada era orde baru dan era reformasi sekarang ini saja.
1.    Periode Orde Baru
a.       Sistem Politik
Pemerintahan Orde Baru cq ABRI menghabisi peranan PKI dan sayap kiri ikutannya di seluruh sistem politik, dimulai  di semua tingkatan lembaga legislatif dan eksekutif. Dengan menyertakan Doktrin Dwi Fungsi ABRI dilakukan proses depolitisasi dan pengenaan sistem “floating mass”. Peranan Parpol dibatasi dengan memaksakan penggabungan parpol-parpol, dan Golkar dijadikan partai negara (State Party). Indoktrinasi P4 dilakukan secara nasional dan dengan lebih sistematis dibandingkan pada era Demokrasi Terpimpin. Lewat sistem kekaryaan personalia ABRI disebar di seluruh tingkatan pemerintahan dan lembaga legislatif.
b.      Sistem Ekonomi
Mengikuti model “Nippon Inc”, kepada swasta domestik dan asing diberikan keleluasaan kembali lewat UU PMA 1967 dan UU PMDN 1968. BI dan Bank-Bank BUMN digunakan mendanai skim ini. Pada waktu yang sama kelompok teknokrat, lewat basisnya di Bappenas, mengupayakan pengerahan kebijakan pembangunan yang menyeluruh dengan menggunakan Repelita-demi-Repelita. Dua kali “Oil Boom” (1974, 1978) digunakan untuk mengakselesarikan laju pertumbuhan ekonomi, antara lain dengan melaksanakan pembangunan prasarana berskala besar. Kerjasama multilateral IGGI digunakan secara luas di dalam pembangunan ekonomi dan sosial.
c.       Konteks Ekonomi-Politik Global
Proses libelarisasi perekonomian dunia terus dipacu dengan menggunakan lembaga multilateral IMF, WB, GATT (kemudian WTO). Pada waktu yang sama puluhan FTA, baik yang bilateral maupun yang regional, dibangun untuk memperkuat liberalisasi tersebut.
d.      Gambaran Ekonomi Makro dan Keadaan Kelembagaan ekonomi dan Bisnis Indonesia
Pertumbuhan ekonomi ditandai oleh industrialisasi yang bersifat subtitusi-impor (ISI), yang didukung oleh modernisasi sektor pertanian pangan. Eksploitasi sumber-sumber alam, termasuk hutan tropis, mulai menyuburkan praktek “rent economy”. Di dalam gabungannya dengan skim pendanaan oleh Bank-Bank BUMN dan KLBI telah memunculkan sejumlah konglomerat, yang pada gilirannya merupakan mitra dari penguasa/elit Orba. Proses ini telah semakin mempersempit ruang gerak UMKM, khususnya yang berlokasi di pedalaman dan/atau jauh dari ibu kota serta kota-kota besar utama lainnya. Mengalirnya dana jangka-pendek dar luar ke sektor keuangan dan perbankan Indonesia telah mendesak diberlakukannya sistem “open capital account”, yang mendorong lebih kuat lagi ekspansi konglomerat tadi.
2.    Periode Reformasi
a.       Sistem Politik
Krisis berat yang menjatuhkan pemerintahan Orba telah menciptakan “gelombang pasang” Reformasi, yang diikuti Demokratisasi dan Desentralisasi. Proses pemretelan kekuasaan eksekutif di tingkat pusat telah menumbuhkan pusat-pusat kekuasaan baru. Di pusat: kekuasaan DPR semakin mengemuka. Di daerah-daerah kekuatan Pemda Kab./Kota semakin menyudutkan kekuasaan Gubernur. Demikian pula Dwi Fungsi ABRI berakhir, dan peranan Golkar semakin memudar. Proses politisasi telah bangkit kembali di semua bidang kehidupan.
b.      Sistem Ekonomi
Krisis yang melanda konglomerat-konglomerat Indonesia telah memperkuat peranan swasta asing, terutama MNCs. Daya saing BUMN-BUMN semakin memudar, sebagai akibat proses korporitasasi yang membongkar keberadaan dan kelemahan-kelemahan struktural dan kelembagaaan kelompok ini. UMKM lagi-lagi terancam kehilangan ruang geraknya, antara lain akibat Usaha menengah PMA mulai masuk ke sektor-sektor modern Indonesia. Kerjasama RI-IMF dan lewat CGI telah membatasi ruang gerak fiskal-moneter pemerintah RI.
c.       Konteks Ekonomi-Politik Global
Proses globalisasi dan perkembangan kapitalisme telah muncul sebagai proses globalisasi dari kapitalisme keuangan. Semakin merebaknya ICT telah menjaring bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan di banyak negara ke dalam sebuah struktur yang didominasi oleh pasar uang dan modal New York-London-Tokyo. Kegiatan spekulasi di pasar-pasar komoditi, properti, currency, dan equity telah menimbulkan ketidakpastian di seluruh dunia. Kemampuan IMF/WB/WTO dan kelompok G-7 untuk mengendalikan ekonomi dunia telah semakin terancam. Hal ini mencuat utamanya di sektor keuangan global yang semakin bersifat jangka pendek.
d.      Gambaran Ekonomi Makro dan Keadaan Kelembagaan ekonomi dan Bisnis Indonesia
Krisis perbankan 1997-1998 telah memicu krisis keuangan yang meluas, yang diikuti oleh krisis ekonomi, krisis sosial, lalu kriris politik – yang memicu tragedi Mei 1998. Kondisi perekonomian semakin memburuk ke tingkat yang terparah di antara negara-negara Asia yang terkena Krisis Asia. Pengangguran dan kemiskinan semakin meluas, yang hampir menyerupai sebuah krisis struktural. Kebijakan sistem ekonomi makro yang tampak sejak tahun 2003/3004, tidak berhasil mengurangi secara berarti jumlah kemiskinan dan pengangguran tersebut. Juga tampak, bagaimana laju pertumbuhan ekonomi tidak mampu menembus angka 6 persen PDB setiap tahunnya. Daya saing Indonesia tampak semakin surut, terutama di sektor industri manufaktur yang mengalami proses de-industrialisasi.[4]

Sistem Perekonomian Indonesia yang Siap Mendukung Sishankam 2014 – 2024
            Sistem pertahanan dan keamanan (Sishankam) pada periode 2014 – 2024 yang diterapkan tentunya harus mengacu pada ancaman aktual yang terjadi pada periode tersebut. Salah satu upaya mengantisipasi ancaman aktual tersebut, Kementerian Pertahanan Indonesia telah menciptakan program Minimum Essenstial Force (MEF).
            Dalam buku MEF Kementerian Pertahanan disebutkan bahwa ancaman terhadap pertahanan dan keamanan dalam lingkungan strategis dapat terjadi pada lingkup nasional, regional dan global. Adapun ancaman yang bersifat aktual antara lain: 1) terorisme, 2) separatisme, 3) pelanggaran wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar, 4) bencana alam, 5) berbagai ragam kegiatan ilegal, 6) konflik horisontal, dan 7) kelangkaan energi. Sedangkan ancaman keamanan yang bersifat potensial meliputi: 1) pemanasan global, 2)berbagai ragam pelanggaran ALKI, 3) pencemaran lingkungan, 4) pandemik, 5) krisis finansial, 6) cyber crime, 7) agresi militer asing, dan 8) krisis pangan dan air.[5]
            Dari proyeksi ancaman tersebut diatas, dapat dilihat bahwa sistem pertahanan dan keamanan yang dibangun Indonesia setidaknya harus mampu menjawab ancaman tersebut diatas. Untuk itu diperlukan kekuatan pertahanan dan keamanan yang mumpuni yang harus ditopang oleh kemampuan perekonomian negara. Karena untuk membangun kekuatan pertahanan dan keamanan yang mumpuni diperlukan biaya dan anggaran yang cukup serta terjaga kelangsungannya.
            Meskipun lima tahun awal pelaksanaan reformasi, kondisi perekonomian Indonesia belum menggembirakan, tetapi sejak tahun 2000 dengan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, Indonesia yang sekarang menurut McKinsey Global Institute adalah negara dengan ukuran perekonomian urutan 16 di dunia, akan menjadi 7 besar perekonomian dunia pada tahun 2030.
 

 Gambar: The archipelago economy: Unleashing Indonesia’s Potential[6]
             
        Dengan gambaran kemampuan ekonomi diatas, potensi Indonesia untuk menjadi pemimpin yang disegani dan menjadi penentu di kawasan regional Asia Tenggara menjadi semakin nyata. Sedangkan untuk kawasan Asia, Indonesia akan menjadi kekuatan baru untuk menyaingi negara-negara dengan kemampuan ekonomi yang kuat di Asia lainnya, yaitu: Jepang, Korea Selatan, China dan India.  
            Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika dan Eropa ternyata tidak berdampak pada sebagian negara-negara di kawasan Asia. Pertumbuhan ekonomi yang melambat di kawasan Amerika dan Eropa tersebut justru membuat negara-negara dengan laju pertumbuhan ekonomi yang positif seperti China dan India dan Indonesia, semakin mendekati perekonomian negara-negara maju di Amerika dan Eropa tersebut.
            Prasarat untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang terus positif tersebut dapat terlaksana karena sebagai sebuah negara demokrasi Indonesia akan mampu mengatasi permasalahan-permasalahan internal yang dihadapinya. Iklim demokrasi tersebut akan mampu mengoreksi kesalahan-kesalahan yang dialami dalam sistem sosial dan sistem pemerintahan yang ada. Dengan adanya kemajuan teknologi informasi dan era keterbukaan dalam mengemukakan pendapat, maka setiap penyimpangan akan secara bersama-sama dikoreksi oleh masyarakat. Partisipasi kalangan menengah yang mempunyai pengetahuan lebih serta diikuti oleh tingkat kepekaan sosial yang terus tumbuh, akan membuat perbaikan-perbaikan terhadap sistem yang menyimpang menjadi semakin mudah dilaksanakan. Contoh kasus adalah, gerakan sejuta pendukung dalam jejaring sosial untuk kasus ‘cicak vs buaya’ dalam mendukung KPK, telah sukses memberikan penguatan terhadap KPK untuk memberantas korupsi.
            Walaupun kekuatan modal mungkin dapat menguasai sumber daya – sumber daya tertentu, tetapi kekuatan modal tersebut tidak akan bisa dengan leluasa mengontrol masyarakat yang ada, karena era keterbukaan informasi akan mengkoreksi upaya penguasaan tersebut secara perlahan-lahan. Akan tetapi angka kesenjangan sosial sebagai akibat pertumbuhan ekonomi pada pemilik modal, harus segera diatasi dengan langkah-langkah pemerataan yang konkrit. Upaya penerapan pajak progresif dan memberikan subsidi kepada yang lemah akan mengurangi angka kesenjangan sosial tersebut.
            Maka pada periode 2014 – 2024, dengan catatan pelaksanaan pemilu 2014 dapat berjalan dengan lancar dan mampu menghasilkan kekuatan kepemimpinan baru yang didukung oleh generasi baru Indonesia, maka rezim pemerintahan yang ada mempunyai legitimasi yang besar untuk melaksanakan program-program pembangunan yang dirancangnya. Dengan fundamental ekonomi yang telah dibangun pada periode sebelumnya, maka sinergi antara pemerintah dan kekuatan pasar di sektor swasta akan membuat akselerasi perekonomian Indonesia semakin stabil dan cepat. Sistem mixed economy yang telah dilaksanakan pada era sekarang ini dapat berjalan dengan lebih baik karena institusi-institusi perekonomian yang terlibat didalamnya sudah lebih dewasa dalam menjalankan fungsinya. Maka bukan tidak mungkin cita-cita agar Indonesia mampu “tinggal landas” dan menjadi negara maju dapat terwujud pada periode tersebut.
  
Daftar Pustaka

Kuntjoro-Jakti, Dorodjatun, “Menerawang Indonesia pada Dasawarsa Ketiga Abad ke-21”, Pustaka Alvabet, Maret 2012. Hal 149

Kuntjoro-Jakti, Dorodjatun, “Periode Pasca-Pemilu 2014 adalah Peluang Terakhir NKRI untuk Tinggal-Landas”, Presentasi pada Acara Peluncuran Buku The Financial Club, Jakarta, 10 April 2012, hal 10 – 11

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, “Minimum Essential Force Komponen Utama”, Jakarta, 2010, hal 11 – 12

McKinsey Global Institute, dalam “A look into the future Indonesia”,  oleh Prof. Suahazil Nazara,  materi perkuliahan Comparative of Economic System, Ekonomi Pertahanan, Universitas Pertahanan, 6 Februari 2013

BPS: Ekonomi RI Tumbuh 6,23 Persen di 2012”, diakses dari http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/13/02/05/mhqgh2-bps-ekonomi-ri-tumbuh-623-persen-di-2012,  pada tanggal 9 Februari 2013 pukul 22:30 WIB




[1]BPS: Ekonomi RI Tumbuh 6,23 Persen di 2012”, diakses dari http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/13/02/05/mhqgh2-bps-ekonomi-ri-tumbuh-623-persen-di-2012,  pada tanggal 9 Februari 2013 pukul 22:30 WIB

[2] Prof. (Emiritus) Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Ph.D, “Menerawang Indonesia pada Dasawarsa Ketiga Abad ke-21”, Pustaka Alvabet, Maret 2012. Hal 149
[3] Prof. (Emiritus) Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Ph.D, “Periode Pasca-Pemilu 2014 adalah Peluang Terakhir NKRI untuk Tinggal-Landas”, Presentasi pada Acara Peluncuran Buku The Financial Club, Jakarta, 10 April 2012, hal 10 - 11
[4] Prof. (Emiritus) Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Ph.D, opcit hal 156-157
[5] Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, “Minimum Essential Force Komponen Utama”, Jakarta, 2010, hal 11 – 12

[6] McKinsey Global Institute, dalam “A look into the future Indonesia”,  oleh Prof. Suahazil Nazara,  materi perkuliahan Comparative of Economic System, Ekonomi Pertahanan, Universitas Pertahanan, 6 Februari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar