LAMAN

Minggu, 19 Januari 2014

INDONESIA MASIH TERJAJAH (REVIEW PIDATO PENGUKUHAN GURU BESAR PROF. DR. UMAR KAYAM TRANSFORMASI BUDAYA KITA)

Pidato pengukuhan guru besar Prof. Dr. Umar Kayam yang dibacakan 20 tahun lalu, tepatnya pada tanggal 19 Mei 1989, ternyata masih relevan dan mampu mengungkapkan kondisi faktual yang terjadi sekarang ini. Kondisi negara dan bangsa Indonesia yang walaupun secara fisik telah merdeka tetapi dalam kenyataannya sekarang ini “terjajah” kembali. Ketergantungan yang begitu besar terhadap asing baik di bidang ekonomi, teknologi dan juga budaya, menunjukkan ketidakmampuan bangsa Indonesia menghadapi invansi budaya barat yang sekarang sedang mencekeram dunia. Keterpurukan Indonesia sekarang ini oleh Prof. Dr. Umar Kayam dikatakan sebagai ketidakmampuan bangsa Indonesia melakukan transformasi budaya.
            Dialog budaya barat  dengan budaya lokal tidak berjalan dengan baik karena adanya pemaksaan
budaya lewat penjajahan. Sejarah bangsa Indonesia dengan masa kejayaan Sriwijaya dan Majapahit misalnya merupakan proses transformasi budaya yang baik yang menghasilkan sintesa budaya yang sangat mengesankan. Kejayaan Sriwijaya ditopang dengan sintesa budaya yang berlangsung mulus antara Sriwijaya dan Budha Mahayana, dialog budaya antara Jawa Tengah dengan Budha Mahayana dan Hindu-Siwa, kemudian dialog budaya Jawa Timur dengan Hindu-Wisnu yang mencapai puncaknya pada kelahiran Majapahit.
            Dalam konteks kekinian krisis multi dimensi yang sedang dialami oleh bangsa Indonesia sekarang ini bisa dikatakan karena faktor-faktor seperti yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Umar Kayam tersebut, yaitu tidak berjalannya dialog budaya yang baik dari kebudayaan barat karena budaya barat memasuki Indonesia dengan konflik bersenjata. Transformasi budaya yang terjadi adalah penyesuaian dari pihak kita terhadap idiom budaya yang dipaksakan oleh Belanda. Belanda mendiktekan konsep beambtenstaat, kita menyesuaikan dengan memanfaatkan system nilai agraris feudal yang sosoknya telah kita bangun sejak jaman pra-Hindu. Sudah barang tentu hal tersebut bukan suatu sintesa budaya. Suatu sintesa budaya selalu mengandaikan “to take and give” yang seimbang dari kedua belah unsure dan menghasilkan suatu kebudayaan yang baru. Yang terjadi adalah kita telah mengalami involusi budaya selama masa penjajahan.
            Pembangunan yang terjadi sekarang ini juga kurang memperhatikan subtantif dari tujuan pembangunan tersebut, karena kebanyakan birokrasi/pemerintahan memandang pembangunan sebagai sebuah proyek, bukan tujuan dari pembangunan tersebut. Di sisi lain pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah yang berkuasa sekilas bertujuan untuk menunjukkan bahwa pada masa pemerintahannya negara dan bangsa berjalan dengan baik dan maju. Jadi orientasi pembangunannya hanya jangka pendek tanpa melihat efek jangka panjangnya. Hal tersebut sama persis dengan kondisi masa penjajahan Belanda dimana raja-raja yang takluk terhadap kekuasaan Belanda melaksanakan proses ceremonial yang memakan biaya yang besar hanya sekedar untuk menunjukkan bahwa raja masih berkuasa dan bisa menyelenggarakan sebuah acara yang besar meskipun memakan biaya yang tidak sedikit dan manfaatnya kurang dirasakan oleh masyarakat.
            Kekalahan bangsa Indonesia terhadap barat pada awal kedatangan bangsa barat bukan karena bangsa Indonesia pada waktu itu belum mempunyai teknologi persenjataan yang modern. Kerajaan-kerajaan pada waktu itu juga sudah mempunyai meriam dan angkatan perang yang cukup memadai. Tetapi perlakuan terhadap meriam dengan mengkultuskan meriam-meriam tersebut dan diberi nama kyai, menunjukkan ketidakrasionalan konsep pemikiran bangsa Indonesia. Dalam kondisi sekarang ini bangsa Indonesia juga masih melihat sesuatu masalah dengan pendekatan yang tidak rasional, contohnya seperti kejadian bencana alam yang bertubi-tubi mendera bangsa Indonesia yang dikaitkan dengan dosa yang diperbuat oleh bangsa dan para pemimpinnya, atau juga dikaitkan dengan tumbal karena bangsa Indonesia telah memilih pemimpin yang keliru. Padahal bencana tersebut terjadi karena ulah manusia sendiri yang tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya sehingga terjadi banjir, tanah longsor dll. Dan gempa yang sering melanda Indonesia terjadi karena memang letak geografis dari negara Indonesia yang berada di ring of fire yang jelas-jelas dikatakan sebagai kawasan rawan gempa.
            Posisi Indonesia yang strategis yang terletak diantara dua benua dan dua samudera merupakan perintah sejarah yang seharusnya dapat dimanfaatkan dengan maksimal oleh bangsa Indonesia. Sriwijaya dan Majapahit yang menyadari benar terhadap kondisi tersebut mampu memanfaatkan posisi tersebut sehingga mampu memperoleh kejayaan. Sriwijaya dan Majapahit yang menyadari benar bahwa bangsa Indonesia dengan posisi strategisnya harus mempunyai kekuatan maritim yang mumpuni untuk menjaga wilayahnya. Bangsa Indonesia sekarang ini sepertinya kurang memahami konsep strategis geopolitik tersebut.  Konsep geopolitik tersebut hanya sebagai wacana dan bahan penelitian dan pengajaran semata tetapi dalam prakteknya terabaikan. Konsep pembangunan bangsa Indonesia lebih mengedepankan kepentingan politik dari golongan tertentu tanpa memperhatikan aspek latar belakang dan tujuan dari pembangunan tersebut.
            Terhadap kekayaan alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, seperti yang telah saya ungkapkan dimuka, orientasi pembangunan yang terjadi sekarang hanya berjangka pendek. Maka pemerintahan yang berkuasa sekarang berlomba-lomba menjual kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi Indonesia untuk dapat memperoleh uang dalam waktu singkat, sehingga dapat dikatakan pada masa pemerintahannya penguasa tersebut bisa mensejahterakan rakyatnya. Mereka tidak terlalu peduli dampak jangka panjang dari kebijakan yang diambil.


            Kesimpulannya kondisi keterpurukan multi dimensi yang terjadi di Indonesia sekarang ini sebagai bentuk ketidakmampuan bangsa Indonesia menyesuaikan idiom budaya barat yang selalu dianggap modern sehingga bangsa Indonesia selalu merasa berada dibawah jika dibandingkan dengan budaya barat. 

1 komentar: