Pendahuluan
Sebagai seorang pribadi, masing-masing manusia
mempunyai budaya yang dianut dan laksanakan setiap harinya. Indonesia dengan
latar belakang berbagai suku dan budaya mempunyai komunikasi antar budaya di
dalam lingkungan ke-Indonesia-an yang khas yang sudah terjalin sejak jama dulu.
Seiring dengan terbukanya dunia dan gencarnya arus informasi yang mengarah
kepada globalisasi, mau tidak mau Indonesia harus ikut terlibat dan bergaul
dengan budaya-budaya dari negara lain. Untuk dapat bergaul dan bekerja sama
dengan negara lain maka masyarakat Indoenesia harus mampu memahami dan mengerti
budaya lain yang berkembang, terutama budaya negara-negara yang berhubungan
erat dengan Indonesia. Dengan memahami budaya lain tersebut diharapkan
pergaulan dan kerjasama antara Indonesia dengan negara lain tersebut dapat
terjalin lebih erat dan saling menguntungkan.
Globalisasi juga menuntut dan menyebabkan terjadinya persaingan bebas
antar negara, hal tersebut juga tentunya melibatkan persaingan antar budaya
masing-masing negara atau kawasan. Sebagai bangsa Indonesia apabila tidak ingin
tertinggal dan mampu tetap bersaing dengan negara lain, maka harus memahami dan
mengerti budaya lain dengan tetap teguh mempertahankan budaya sendiri. Masyarakat
Indonesia harus mengetahui, mengerti dan memahami budaya lain sehingga mampu
bergaul, bekerjasama dan bersaing dengan negara lain.
Untuk itu diperlukan pendidikan antar budaya yang komprehensif yang baik
sehingga diharapkan nantinya masyarakat Indonesia benar-benar paham terhadap
budaya lain dan tau cara menghadapinya dan mampu bergaul sejajar dengan
bangsa-bangsa lain dari berbagai negara.
Kajian Budaya
Dalam pendidikan budaya yang
kompresehensif diperlukan kajian budaya yang komprehensif. Kajian budaya adalah bidang yang majemuk dengan perspektif dan produksi
teori yang kaya dan beraneka ragam. Dalam ranah keilmuan para pengkaji budaya
meyakini bahwa tidaklah mudah untuk menentukan batas-batas dan wilayah-wilayah
kajian budaya secara khas dan komprehensif. Karena wilayah kajian budaya
bersifat multidisipliner/ interdisipliner atau pascadisipliner sehingga
mengaburkan batas-batas antara dirinya dengan subyek-subyek lain.
Maka merupakan pekerjaan rumit dan butuh
keseriusan yang mendalam untuk dapat menguraikan kajian budaya secara
komprehensif, apalagi menentukan wilayah pokok penyelidikan intelektual dan
argumen-argumen utamanya. Permasalahan inilah yang coba dipaparkan dan dijawab
oleh Chris Barker, lewat bukunya yang semula berjudul "Cultural Studies:
Theory and Practice" ia ingin menguraikan secara komprehensif tentang
kajian budaya, termasuk ringkasan dan pembahasan mengenai argumen-argumen utama
dan wilayah-wilayah pokok penyelidikan intelektualnya.
Bagi Barker menguraikan kajian budaya
secara komprehensif berarti melakukan kontruksi terhadap kajian budaya.
Melakukan konstruksi dalam hal ini dimaknai mereproduksi dan mengkaji hal-hal
yang berkaitan dengan kajian budaya, baik berupa teks-teks tentang kajian
budaya maupun teori-teori yang layak disebut sebagai kajian budaya atau yang
mempengaruhi kajian budaya.
Dalam menguraikan dan membahas kajian
budaya Barker menggunakan versi yang benar-benar berbeda dibanding dengan para
pengkaji budaya lainnya. Ia konsen pada teori-teori pascastrukturalisme
terutama tentang bahasa, representasi, makna, dan subyektivitas. Tidak seperti
kajian budaya versi lainnya yang lebih banyak berkutat pada wilayah etnografi,
peristiwa-peristiwa hidup atau kebijakan budaya. Dimana Barker menggunakan tiga
kategori untuk menguraikan kajian budaya versinya yaitu menentukan dan mengkaji
dasar-dasar kajian budaya, perubahan konteks kajian budaya dan situs-situs
kajian budaya.
Kajian Budaya menurut Barker adalah
mengkaji kebudayaan sebagai "praktik-praktik pemaknaan" dalam konteks
kekuasaan sosial (hal.45). Dengan mengajukan berbagai pertanyaan mengenai
pemaknaan yaitu bagaimana peta-peta makna diciptakan dalam kebudayaan? yang
kemudian menjadi sekumpulan praktik pemkanaan, melacak makna-makna apa saja
yang disirkulasikan?, oleh siapa?, untuk siapa?, dengan tujuan apa?, dan atas
kepentingan apa?.
Sementara dalam ranah praktiknya kajian
budaya menggunakan beberapa metodologi (dengan pendekatan etnografi, tekstual,
dan resepsi yang eklektis) dengan berkutat pada ide-ide kunci seperti budaya,
praktik pemaknaan, representasi, wacana, kekuasaan, artikulasi, teks dan
sebagainya. Dengan mengadopsi berbagai teori baik yang layak disebut sebagai
kajian budaya maupun yang berpengaruh besar terhadap kajian budaya seperti marxisme,
strukturalisme, pasca strukturalisme, kulturalisme, feminisme, psikoanalisis
dan sebagainya.
Menurut Barker kajian budaya memberi
perhatian khusus terhadap budaya (sebagai bagian konsep kunci), dimana budaya
sangatlah erat kaitannya dengan makna-makna sosial yang dimunculkan lewat tanda
yang disebut "bahasa". Bahasa berperan memberi makna pada objek-objek
material dan praktik sosial yang menjadi tampak bisa dipahami karena adanya
bahasa, dan proses produksi makna ini kemudian disebut dengan "praktik-praktik
pemaknaan"
Sementara dalam representasi, kajian
budaya meraih pertanyaan mengenai bagaimana dunia dikonstruksi dan disajikan
secara sosial. Untuk mengetahui secara teoritis bagaimana hubungan antar
komponen dalam sebuah formasi sosial kajian budaya menggunakan konsep
artikulasi. Dan kekuasaan menjadi alat yang menentukan level sebuah hubungan
sosial. Teks dan pembaca dalam kajian budaya tidak hanya dimaknai sebatas
teks-teks tertulis, walaupun ini juga bagian kajian budaya namun pada seluruh
praktik pemaknaan yang disebut dengan teks-teks kultural seperti citra, bunyi,
benda, aktivitas dan sebgainya karena hal itu dianggap juga mengandung
sistem-sistem yang sama dengan mekanisme bahasa.
Selain itu identitas juga menjadi konsep
kunci dalam kajian budaya, dengan identitas kajian budaya berusaha
mengeksplorasi diri kita kini, bagaimana diproduksi sebagai subjek, bagaimana
subyek tersebut diidentifikasi dengan melakukan panilaian baik bersifat fisik
maupun lainnya seperti melalui kelamin, ras, usia mapun warna kulit. Serta
masih banyak konsep-konsep teoritis lainnya seperti permainan bahasa, politik,
posisionalitas, formasi sosial dan sebagainya yang semua itu digunakan dalam
kajian budaya untuk menjelajahi dan mengintervensi dunia sosial.
Kajian budaya juga mengambil pelajaran
dari kapitalisme pada keberhasilan kapitalisme, transformasi, dan ekspansinya
yang diraih atas kemenangannya dalam pertarungan kesadaran dalam ranah
kebudayaan. Sementara strukturalisme dan kulturalisme dipakai dalam kajian
budaya untuk meneropong pertanyaan-pertanyaan mengenai budaya, ideologi, dan
hegemoni.
Pada pasca strukturalisme kajian budaya
menganut idenya mengenai makna yang bersifat labil selalu berproses, bersifat
intertekstualitas, tidak terbatas pada makna atau teks tertentu. Dan menentang
adanya struktur dalam membentuk sebuah makna sebagaimana diyakini kaum
strukturalisme. Selain ide-ide filosofis itu Barker juga memaparkan adanya
perubahan dan perkembangan konteks dalam kajian budaya, terutama perkembangan
pandangan manusia, masyarakat dan dunia sosial dari dunia modern menuju
postmodern.
Meskipun kajian budaya tidak menerima
legitimasi secara institusional atau bahkan menolak adanya pendisiplinan.
Kajian budaya merupakan kajian yang menarik dan menantang terutama dalam
memahami dunia yang senantiasa berubah sesuai dengan perkembangan akal budi
manusia.
Pendidikan Antar Budaya Yang Komprehensif
Pendidikan antar budaya yang komprehensif
dapat dilakukan dengan beberapa langkah yaitu:
1.
Mengenal,
memahami, melaksanakan dan memegang teguh budaya sendiri.
Sebelum mengenal dan
mengetaui budaya lain, sudah seharusnya kita mengetahui budaya diri sendiri. Hal
ini diperlukan agar kita tidak tercabut dari budaya sendiri, dan kemudian
tenggelam dalam arus budaya lain. Dengan memegang teguh budaya sendiri maka
identitas kita dalam pergaulan antara budaya akan tampak dan terciri, kita
tidak akan terombang-ambing mengikuti arus budaya lain karena telah mempunyai
budaya sendiri.
2.
Mengenal,
mengetahui dan mempelajari budaya lain yang bersinggungan dengan budaya kita.
Pengetahuan akan budaya lain
yang bersinggungan dengan budaya kita mutlak diperlukan agar kita mampu
menentukan sikap dan mengetahui cara menghadapi budaya lain tersebut. Dengan
mempelajari budaya lain kita mengetahui latar belakang munculnya budaya
tersebut.
3.
Memberikan
kesadaran untuk dapat menerima dan memberikan rasa hormat terhadap budaya lain
tersebut.
Penerimaan dan pemberian
rasa hormat kepada budaya lain harus dilakukan apabila kita ingin orang lain
juga menerima dan memberikan rasa hormat terhadap budaya kita.
4.
Memberikan
penghargaan terhadap budaya lain tersebut
Dengan kita memberikan
penghargaan terhadap budaya lain maka orang lain juga akan menghargai budaya
kita, sehingga pergaulan kita terhadap orang dari budaya lain tersebut dalam
konteks yang sejajar dan saling menghargai.
5.
Memilih
dan menseleksi budaya-budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya kita.
Penerimaan, penghargaan
terhadap budaya asing tentunya dilakukan dengan tetap kita mempertahankan
budaya sendiri. Apabila terdapa budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya
kita, maka diperlukan proses filterisasi budaya sehingga budaya kita tidak
terusak oleh budaya lain tersebut.
6.
Mengajarkan
untuk bisa berperilaku secara multibudaya dengan tanpa meninggalkan budaya
sendiri
Untuk dapat bergaul secara
baik dengan orang dari budaya lain, kita perlu dan harus bisa berperilaku dalam
berbagai budaya/multibudaya. Maksud dan tujuan kita akan lebih cepat dipahami
oleh orang lain jika kita mampu memahami budaya orang tersebut dan bisa juga
berperilaku menyesuaikan dengan budaya mereka. Hal tersebut tentunya dengan
tetap berpegang teguh terhadap budaya diri sendiri.
Casino Games: What are some of the casino games you'll learn at
BalasHapusThere are a 슈어 벳 먹튀 wide variety of bet365 casino games available to play at 태평양먹튀 casinos, and some of the most 먹튀 popular are slots, blackjack, roulette, 룰렛사이트 and video poker. What's